Langsung ke konten utama

Soekarno Hatta (Atas Nama Bangsa Indonesia)

Melihat sejarah, sebenarnya Soekarno dan Hatta tidak cocok secara pemikiran. Namun kenapa mereka berdua yang dijadikan simbol Bangsa Indonesia dalam mendeklarasikan kemerdekaannya? Ada yang mengatakan bahwa mereka berdua itu mewakili suara mayoritas yang ada di Indonesia yakni Orang Jawa dan Sumatra pada waktu itu. Ada juga yang berpendapat bahwa kemampuan Soekarno dalam berpidato sangat cocok dipasangkan dengan kedalaman berfikir Hatta.

Mereka berdua memiliki latar belakang yang berbeda. Sebelum kemerdekaan, Soekarno banyak menghabiskan waktunya di Indonesia dengan membaca tulisan-tulisan yang membakar semangat muda dan semangat revolusi. Soekarno banyak bersentuhan dengan hal-hal yang riil di dalam masyarakat terjajah, sehingga dia seperti merasakan langsung bagaimana penderitaan rakyat saat itu. Kombinasi kedua hal di atas membentuk karakter Soekarno yang menggebu-gebu. Ide-ide revolusioner yang dia baca kemudian disampaikan kepada rakyat Indonesia. Soekarno ingin agar semangat ingin merdeka yang dia rasakan dirasakan juga oleh rakyat banyak. Sepertinya Soekarno kagum dengan semangat Asia Timur Raya yang diusung oleh Negara Fasis Jepang. Semangat itulah yang dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia untuk terlepas dari belenggu penjajahan Barat. Soekarno juga sepertinya kagum dengan ide-ide masyarakat tanpa kelas yang diusung Karl Marx, karena dia muak melihat pengkelasan di dalam masyarakat yang terbentuk dari gagasan Pemerintah Kolonial Belanda dan warisan Bangsawan Kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dan sebagai muslim, Soekarno merasa bahwa keadilan harus ditegakkan dan kemungkaran harus disingkirkan, dimana kedua hal itu adalah inti ajaran Islam. Intinya, bagi Soekarno ideologi yang kuat adalah fondasi kebangsaan yang harus dibangun dalam membentuk suatu negara.

Berbeda dengan Soekarno, Hatta, sebelum kemerdekaan, lebih banyak berada di Eropa. Hatta lebih tertarik dengan tulisan-tulisan yang lebih bersifat ilmiah daripada yang bersifat motivasi revolusioner. Cita-cita yang paling dia dambakan adalah membentuk Bangsa Indonesia yang cerdas, namun menurut Hatta masyarakat tidak akan cerdas tanpa perekonomian yang baik. Oleh karena itu Hatta lebih konsen untuk menggali bagaimana membuat sistem perekonomian yang tepat bagi Bangsa Indonesia. Hatta ingin agar masyarakat Indonesia dapat membuat pilihan secara cerdas terhadap nasibnya sendiri, yang telah dipertimbangkan secara logis dan rasional. Hatta tampaknya tidak ingin merusak sistem yang telah ada, tapi dia ingin memperbaiki sistem. Menurut Hatta untuk membentuk suatu bangsa yang kuat, maka sentimen-sentimen golongan harus dihilangkan, termasuk juga sentimen pribumi. Karena menurutnya sentimen pribumi dan non pribumi akan menyempitkan visi kebangsaan yang lebih universal. Menurutnya bangsa adalah sebuah tujuan bersama yang terlepas dari identitas pribadi. Intinya, bagi Hatta sistem dengan visi kebangsaan yang logis dan universal harus dibentuk untuk membentuk suatu negara.

Kesimpulannya, Soekarno dan Hatta serius dalam menggagas Bangsa Indonesia ini. Perbedaan-perbedaan yang ada membuat mereka saling melengkapi. Kita sebagai generasi penerus hendaknya belajar dari keduanya, karena ide yang diusung oleh mereka berdua pada hakikatnya tidak bertentangan tapi saling membutuhkan satu sama lain. Ideologi akan bertahan dalam sistem yang dapat mendukungnya, dan sistem akan terarah dan kompak bila dilandasi dengan ideologi yang kuat.



In the view of history, actually Sukarno and Hatta had different ideas about this nation. But why did they both are used as symbols by the Indonesian nation in declaring independence? Some say that they both represent a majority in Indonesia at that time, the people of Java and Sumatra. There is also an opinion that the ability of Sukarno in a speech is perfect paired with a depth thinking of Hatta.


They both have different backgrounds. Before independence, Sukarno in Indonesia spent much of his time by reading the writings of the burning spirit of youth and the spirit of revolution. Sukarno saw many things that are real in the colonized society, so he felt firsthand how people are suffering at the time. The combination of both forms the character of the passionate Sukarno. Revolutionary ideas that he read then submitted to the people of Indonesia. Sukarno wanted the spirit of independence he feels, is felt by the people as well. Sukarno seemed impressed with the spirit of the Greater East Asia, which carried by Japanese Fascist State. That spirit is needed by the Indonesian people to escape from the shackles of Western colonialism. Sukarno also seemed impressed with the ideas of a classless society brought by Karl Marx, because he was sick of seeing the classes of society which is formed from the idea of the Dutch colonial government, and the legacy of the kingdom in the archipelago. And as Muslims, Sukarno felt that justice must be upheld and evil must be removed, where those two things are the essence of Islamic teachings. The point is, for Sukarno, a strong ideology is the foundation of nationhood, which must be built to form a nation.

Unlike Soekarno, before the independence, Hatta is more often in Europe. Hatta is more interested in the writings that are more scientific than revolutionary motivation. The ideals which he desires most is to form a smart Indonesian nation. According to Hatta, however, society will not be smart without a good economy. Therefore Hatta more concerned to explore how to create the right economic system for the Indonesian nation. Hatta want Indonesian people can make smart choices on their own fate, which has been considered a logical and rational. Hatta did not want to damage the existing system, but he wants to fix the system. According to Hatta, to form a strong nation, then the class sentiments must be removed, including indigenous sentiment. Because according to him, indigenous and non-indigenous sentiment will narrow vision of nationhood that is more universal. According to him, a nation is a common goal regardless of personal identity. In essence, according to Hatta, the system with a logical and universal nationhood vision should be formed to establish a state.

In conclusion, Sukarno and Hatta very seriously initiated the nation of Indonesia. The differences that exist make them complementary. We as the next generation should learn from both, because the ideas that promoted by the two of them are not essentially contradictory, but need each other. Ideology will persist in the system that can support it, and the system will be directed and compact when based on a strong ideology.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beras Mukjizat

Pada tahun 1960, sebuah beras mukjizat jenis baru yang dikenal dengan nama IR-8 dikembangkan di International Rice Research Institute di Filipina. Dengan siklus tumbuhnya yang jauh lebih singkat, produk baru ini membawa perubahan yang dramatis dalam dunia pertanian. Di negara-negara seperti Vietnam, mereka mampu menyelesaikan dua masa tanam padi dalam satu tahun, dimana secara tradisional hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun. Inovasi memukau seperti ini dalam bidang sains agrikultur memungkinkan negara-negara yang miskin secara turun-temurun, terutama di Asia, untuk memenuhi pangan mereka sendiri dan memenuhi kebutuhan penduduk mereka yang terus bertumbuh. Revolusi Hijau tidak terjadi tanpa disertai kontroversi, salah satunya karena melibatkan pestisida kimiawi. Pada tahun 1940an, insektisida DDT (Dichloro-diphenyl-trichloroethane) diperkenalkan sebagai salah satu cara untuk mengendalikan varietas penyakit seperti malaria yang dibawa oleh nyamuk, dengan penanganan tu

Manusia Ke-7 Miliyar

Pada tanggal 31 Oktober 2011 seorang bayi perempuan yang lahir di Manila, ibukota Filipina, dipilih oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk secara simbolis mewakili manusia ke-7 miliyar di muka bumi. Untuk menandai tonggak populasi global ini, tanggal 31 Oktober dinamakan Hari Tujuh Miliyar, namun dengan adanya laporan satu miliyar orang yang mengalami kelaparan pada saat itu, debat pun terjadi seputar apakah bumi mampu mendukung kehidupan begitu banyak manusia. Sebelum abad ke-17, populasi dunia tumbuh begitu lambat, namun kemudian melesat begitu pesat setelah tahun 1850. Hal ini sebagian diakibatkan oleh pengurangan jumlah anak-anak yang mati di usia bayi, dan juga menurunnya angka kematian secara keseluruhan dimana teknologi pertanian baru meningkatkan persediaan makanan dan menurunkan risiko kelaparan. Pertumbuhan industrialisasi yang begitu pesat dan kemajuan di bidang obat-obatan dan kedokteran meningkatkan kesehatan and standar hidup masyarakat. Memasuki tahun 1927, an

Lombok Tempo Dulu

Zaman Majapahit Tidak ada catatan yang jelas sejak kapan Pulau Lombok dihuni oleh manusia. Selain itu bukti-bukti peradaban zaman purba di Pulau Lombok sangat minim. Namun pada abad ke 14, terdapat bukti bahwa Lombok telah memiliki hubungan dengan Jawa. Hal ini tercantum dalam kitab Nagarakertagama yang ditulis pada tahun 1365 M oleh Mpu Prapanca. Dalam kitab yang berbahasa jawa kuno itu, diceritakan secara singkat tentang Lombok Mirah dan Sasak Adi . Dalam pupuh ke 14 tertulis sebagai berikut: “Muwah tang I Gurunsanusa ri Lombok Mirah lawantikang Sasak Adi nikalu kebayian kabeh Muwah tanah I Bantayan Pramuka Bantayan len Luwuk teken Udamakatrayadhi nikayang sanusa pupul.” Kerajaan Selaparang, yang terletak di Lombok Timur, kemungkinan adalah salah satu kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Masyarakat yang ada di daerah Bayan dan Sembalun, yang terletak di utara Lombok, percaya bahwa mereka adalah keturunan orang Majapahit. Sebagian masyarakat Sas