Langsung ke konten utama

Persatuan Indonesia

Jika ada pertanyaan “Sila makanakah yang paling kuat dan paling penting dalam Pancasila?”, maka jawabannya adalah Sila Ketiga “Persatuan Indonesia”. Kenapa paling kuat? Karena demi menagakkan Sila Ketiga ini, keempat Sila lainnya dapat diabaikan.

Contoh pertama, Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” secara tersurat sebenarnya ditujukan untuk masyarakat yang memeluk Agama Islam, karena kata Maha Esa itu berarti bahwa Tuhan itu benar-benar Satu dan tidak termanifes dalam wujud apapun (baik dalam wujud tiga dewa, atau dalam wujud manusia). Namun karena “Persatuan Indonesia’ lebih penting, makan Ketuhanan Yang Maha Esa kemudian didistorsikan atau bahkan tidak dipedulikan, karena bisa menyakiti perasaan umat beragama lainnya (non muslim).

Contoh kedua, demi menegakkan Persatuan Indonesia, diadakan Daerah Operasi Militer (DOM) di berbagai daerah yang menyatakan ingin lepas dari Negara Kesatuan Indonesia. Sering kali DOM ini ditegakkan dengan mengabaikan Sila Kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Contoh ketiga, Sila Keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” sama dengan demokrasi. Namun sering kali demokrasi di parlemen menimbulkan kekisruhan dan ketidakstabilan pemerintahan, sehingga berpotensi untuk menyebabkan perpecahan pada masyarakat Indonesia. Oleh karena itu demi Persatuan Indonesia maka kerakyatan dipimpin oleh seorang presiden karismatik dengan mengabaikan musyawarah dan suara perwakilan, dimana hal ini sama dengan negara otoriter.

Contoh keempat, seharusnya kebijakan yang diambil oleh negara didasarkan pada Sila Kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dimanapun berada, baik di Timur ataupun di Barat, baik di Jawa ataupun Luar Jawa. Namun demi menjaga “Persatuan Indonesia”, maka wewenang “Keadilan Sosial” ditentukan oleh pemerintah pusat. Hal ini dilakukan agar setiap daerah memiliki “keterikatan” dengan pusat. Namun lama-kelamaan keterikatan ini menjadi ketergantungan, menyebabkan banyak daerah sulit berkembang karena tidak bisa berinovasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empat Perangkap

Agama, bahasa ibu, warna kulit dan daerah asal saat ini adalah aspek yang paling kuat untuk menunjukkan identitas. Dan sayangnya, hal ini juga yang sering dijadikan alasan dalam peperangan atau bentrokan dalam sejarah hidup manusia. Keempat hal tersebut seolah-olah telah menjadi panji-panji yang harus ditegakkan. Kita Bangsa Indonesia seharusnya sangat menyadari hal ini. Untuk sebuah kekuasaan, bentrokan dan perkelahian atas nama keempat hal di atas bisa jadi merugikan dan bisa jadi bermanfaat buat sang penguasa. Hal ini menjadi merugikan apabila kekuasaan dalam keadaan stabil dan membutuhkan stabilitas, dimana biasanya terjadi saat kekuasaan berada pada taraf yang paling positif atau sedang dalam puncak kekuasaan. Namun apabila penguasa sedang mengalami keterpurukan, korupsi dan penyelewengan mandat, maka mengadu domba berdasarkan empat hal di atas akan menjadi hal yang sangat bermanfaat, karena dapat menyimbukkan dan mengalihkan perhatian orang banyak dari kejahatan-kejahatan yang p...

Negara Hukum

Indonesia sejak awal berdirinya telah ditetapkan sebagai negara republik. Indonesia bukan negara agama, bukan pula negara suku, bukan negara ras dan bukan negara penguasa tunggal. Indonesia adalah republik, dimana kekuasaan ada di tangan semua rakyatnya (tanpa memandang agama, ras, jabatan, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, tingkat pendidikan dll). Tapi hal itu bukan berarti rakyat bisa semena-mena karena merasa berkuasa. Rakyat itu banyak dan bermacam-macam serta memiliki kepentingan berbeda-beda. Agar rakyat yang katanya “berkuasa” itu tidak mengganggu kepentingan rakyat-rakyat lainnya yang juga “berkuasa”, maka dibuatlah kesepakatan bersama yang tertulis dan disetujui oleh semua “rakyat”. Kesepakatan ini dinamakan hukum dan barang siapa yang melanggarnya akan diberi hukuman . Indonesia since its inception has been established as a republic. Indonesia is not a theocracy, not tribal state, not a fascist state, nor an autocracy. Indonesia is a republic, where power is in the h...

Negara Kekuasaan

Kembali ke masalah hukum. Karena memiliki hukum, maka Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Namun pada prakteknya seringkali Indonesia malah menjadi “negara kekuasaan” dimana salah benarnya seseorang atau sesuatu ditentukan oleh sang penguasa, bukan oleh undang-undang yang merupakan kesepakatan bersama. Pada suatu hari majelis permusyawaratan rakyat tiba-tiba dengan seenaknya melanggar undang-undang dasar dengan mengangkat seseorang menjadi presiden seumur hidup. Seorang penguasa dengan penuh kerja keras melanggar undang-undang dasar dengan melarang kebebasan berkumpul dan berorganisasi, karena ketakutan yang berlebihan akan balas dendam dan ketidakstabilan. Anggota legislatif bisa-bisanya membuat undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang dasar demi kepentingan golongan tertentu. Karena berpraktek sebagai “negara kekuasaan”, maka merasa tidak aman kalau tidak berkuasa atau dekat dengan penguasa. Oleh karena itu berjamur partai-partai politik plat hitam alias priba...