Langsung ke konten utama

Empat Perangkap

Agama, bahasa ibu, warna kulit dan daerah asal saat ini adalah aspek yang paling kuat untuk menunjukkan identitas. Dan sayangnya, hal ini juga yang sering dijadikan alasan dalam peperangan atau bentrokan dalam sejarah hidup manusia. Keempat hal tersebut seolah-olah telah menjadi panji-panji yang harus ditegakkan.
Kita Bangsa Indonesia seharusnya sangat menyadari hal ini. Untuk sebuah kekuasaan, bentrokan dan perkelahian atas nama keempat hal di atas bisa jadi merugikan dan bisa jadi bermanfaat buat sang penguasa. Hal ini menjadi merugikan apabila kekuasaan dalam keadaan stabil dan membutuhkan stabilitas, dimana biasanya terjadi saat kekuasaan berada pada taraf yang paling positif atau sedang dalam puncak kekuasaan. Namun apabila penguasa sedang mengalami keterpurukan, korupsi dan penyelewengan mandat, maka mengadu domba berdasarkan empat hal di atas akan menjadi hal yang sangat bermanfaat, karena dapat menyimbukkan dan mengalihkan perhatian orang banyak dari kejahatan-kejahatan yang penguasa lakukan. Mereka yang berkelahi merasa bahwa mereka yang berbeda agama, bahasa, warna kulit dan daerah asal merupakan “musuh” yang paling “penting” untuk dilawan (sebenarnya bukan yang paling penting, tapi paling mudah teridentifikasi dibandingkan para pejabat yang korup).



Religion, mother tongue, skin color and place of origin are currently the most powerful aspect to show identity. Unfortunately, it also is frequently used as an excuse in war or clashes in the history of human life. It seems has become the banner that should be enforced. We Indonesian people should be very aware of this. For a power, clashes and fights on behalf of the four issues above can be harmful and could be useful for the ruling regime. This becomes detrimental when the power in stable condition and in need of stability, which usually occurs when power, is at the level of the most positive or is in the peak power. However, if the ruler is experiencing adversity, corruption and abuse of the mandate, then the pit based on the four issues above would be very useful, because it can distract people from the crimes that authorities are doing. They think that people of different religions, languages, skin color and place of origin is an "enemy" the most "important" to be confronted (actually not the most important, but most easily identified than the corrupt officials).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beras Mukjizat

Pada tahun 1960, sebuah beras mukjizat jenis baru yang dikenal dengan nama IR-8 dikembangkan di International Rice Research Institute di Filipina. Dengan siklus tumbuhnya yang jauh lebih singkat, produk baru ini membawa perubahan yang dramatis dalam dunia pertanian. Di negara-negara seperti Vietnam, mereka mampu menyelesaikan dua masa tanam padi dalam satu tahun, dimana secara tradisional hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun. Inovasi memukau seperti ini dalam bidang sains agrikultur memungkinkan negara-negara yang miskin secara turun-temurun, terutama di Asia, untuk memenuhi pangan mereka sendiri dan memenuhi kebutuhan penduduk mereka yang terus bertumbuh. Revolusi Hijau tidak terjadi tanpa disertai kontroversi, salah satunya karena melibatkan pestisida kimiawi. Pada tahun 1940an, insektisida DDT (Dichloro-diphenyl-trichloroethane) diperkenalkan sebagai salah satu cara untuk mengendalikan varietas penyakit seperti malaria yang dibawa oleh nyamuk, dengan penanganan tu...

Lombok Tempo Dulu dalam Bingkai

Pasar Masbagik tahun 1929 Penganut Bodha di Lombok tahun 1911 Sekelompok orang di Masbagik tahun 1929 Taman Narmada tahun 1920 Taman Mayura tahun 1894  Pasar Masbagik tahun 1929 Pasar Hewan Masbagik tahun 1929  Perempuan Keturunan Bali di Lombok tahun 1910  Perempuan Sasak tahun 1920 Gendang Belek pada tahun 1929 Seorang Datu Sasak tahun 1920 Anak Agung Ketut 1894 Perang Cakranegara tahun 1894 karya J. Hoynck van Papendrecht dan J.B. Wolters. Sumber: Tropenmuseum

Manusia Ke-7 Miliyar

Pada tanggal 31 Oktober 2011 seorang bayi perempuan yang lahir di Manila, ibukota Filipina, dipilih oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk secara simbolis mewakili manusia ke-7 miliyar di muka bumi. Untuk menandai tonggak populasi global ini, tanggal 31 Oktober dinamakan Hari Tujuh Miliyar, namun dengan adanya laporan satu miliyar orang yang mengalami kelaparan pada saat itu, debat pun terjadi seputar apakah bumi mampu mendukung kehidupan begitu banyak manusia. Sebelum abad ke-17, populasi dunia tumbuh begitu lambat, namun kemudian melesat begitu pesat setelah tahun 1850. Hal ini sebagian diakibatkan oleh pengurangan jumlah anak-anak yang mati di usia bayi, dan juga menurunnya angka kematian secara keseluruhan dimana teknologi pertanian baru meningkatkan persediaan makanan dan menurunkan risiko kelaparan. Pertumbuhan industrialisasi yang begitu pesat dan kemajuan di bidang obat-obatan dan kedokteran meningkatkan kesehatan and standar hidup masyarakat. Memasuki tahun 1927, an...